Full Article Time Magazine For The Calling Bali Island Trash Hell
Pantai Kuta dipenuhi tumpukan sampah. Ribuan ton sampah terus menyerbu pantai. Wisatawan asing pun mengeluhkan pantai Kuta yang kotor oleh sampah. (baca juga hiburan bule online )
bali |
A. Berikut ulasan Foto Foto Pantai Kuta yang dihimpun http://fakta-dan-unik.blogspot.com
Pantai Kuta Penuh Sampah |
3. Wisatawan tetap menikmati pantai di tengah tumpukan sampah.
Pantai Kuta Penuh Sampah |
4. Ribuan ton sampah menyerbu Pantai Kuta sejak Desember 2010 hingga April 2011.
Pantai Kuta Penuh Sampah |
5. Petugas dan pedagang membersihkan sampah di pantai setiap hari.
Pantai Kuta Penuh Sampah |
B. Berikut Artikel Majalah Time Tentang Bali seperti yang dihimpun http://fakta-dan-unik.blogspot.com
Ketua Bali Tourism Board (BTB), Ida Bagus Ngurah Wijaya mengaku tersinggung atas pemberitaan majalah Time yang menyebut Bali sebagai 'Pulau Neraka'. Ia mengatakan, pemberitaan itu juga tidak memenuhi unsur jurnalistik.
"Tulisan itu membuat kita tersinggung dan jengah. Mari kita bersama-sama menjaga Bali ini tetap menjadi tujuan wisata dunia," katanya. Ia mengaku sekitar dua tahun lalu, kalangan pariwisata Bali sudah menyampaikan permasalahan seperti sampah dan kemacetan sebagaimana ditulis Andrew kepada Gubernur Made Mangku Pastika.
"Gubernur sendiri sudah mengambil langkah. Tetapi memang butuh waktu untuk menyelesaikan hal itu," ucap Ngurah Wijaya. Kendati begitu, Ngurah Wijaya mengaku optimis pemberitaan tersebut tidak berpengaruh signifikan terhadap industri pariwisata Bali.
"Kami tidak terlalu khawatir terhadap pemberitaan tersebut. Tidak akan berpengaruh signifikan terhadap pariwisata Bali," ujarnya.
Untuk diketahui, Majalah Times membuat laporan khusus mengenai liburan di Bali yang ditulis oleh Andrew Marshall. Dalam laporan berjudul "Holidays in Hell: Bali?s Ongoing Woes" tersebut, Andrew menulis bahwa anda akan merasa seperti di neraka jika pergi berlibur di Bali.
Karena, selain sampah membludak di Pantai Kuta, Andrew juga menyebut limbah sudah mencemari pantai di Bali. Selain itu juga kemacetan juga terjadi dimana-mana. Bahkan, kemacetan yang terjadi di Bali sudah seperti kemacetan yang terjadi di ibu kota negara itu, Jakarta.
Ia juga menulis bahwa Surat Edaran (SE) Gubernur Made Mangku Pastika terkait moratorium pembangunan pariwisata di Kabupaten Badung, Gianyar dan Kota Denpasar tidak pernah dilaksanakan.
source http://www.republika.co.id/berita/regional/nusantara/11/04/05/lj6jdc-time-sebut-bali-pulau-neraka-ketua-bali-tourism-board-tersinggung
"Tulisan itu membuat kita tersinggung dan jengah. Mari kita bersama-sama menjaga Bali ini tetap menjadi tujuan wisata dunia," katanya. Ia mengaku sekitar dua tahun lalu, kalangan pariwisata Bali sudah menyampaikan permasalahan seperti sampah dan kemacetan sebagaimana ditulis Andrew kepada Gubernur Made Mangku Pastika.
"Gubernur sendiri sudah mengambil langkah. Tetapi memang butuh waktu untuk menyelesaikan hal itu," ucap Ngurah Wijaya. Kendati begitu, Ngurah Wijaya mengaku optimis pemberitaan tersebut tidak berpengaruh signifikan terhadap industri pariwisata Bali.
"Kami tidak terlalu khawatir terhadap pemberitaan tersebut. Tidak akan berpengaruh signifikan terhadap pariwisata Bali," ujarnya.
peta bali |
Karena, selain sampah membludak di Pantai Kuta, Andrew juga menyebut limbah sudah mencemari pantai di Bali. Selain itu juga kemacetan juga terjadi dimana-mana. Bahkan, kemacetan yang terjadi di Bali sudah seperti kemacetan yang terjadi di ibu kota negara itu, Jakarta.
Ia juga menulis bahwa Surat Edaran (SE) Gubernur Made Mangku Pastika terkait moratorium pembangunan pariwisata di Kabupaten Badung, Gianyar dan Kota Denpasar tidak pernah dilaksanakan.
source http://www.republika.co.id/berita/regional/nusantara/11/04/05/lj6jdc-time-sebut-bali-pulau-neraka-ketua-bali-tourism-board-tersinggung
2. Disebut 'Pulau Neraka' Oleh Majalah Time, Pemprov Bali Meradang (Bagian 1)
Pemerintah Provinsi Bali menyesalkan pemberitaan Majalah Times edisi 1 April 2011 yang menulis bahwa "liburan di Bali ibarat berlibur di neraka (holidays in hell)", kata Kepala Biro Humas dan Protokol Bali Putu Suardhika.
"Pemberitaan tersebut melecehkan Bali sebagai destinasi pariwisata dunia. Bali tetap pulau surga yang aman untuk dikunjungi. Tidak benar berlibur di Bali seperti di neraka," katanya di Denpasar, Selasa.
Suardhika mengakui jika persoalan sampah sebagaimana ditulis majalah bulanan tersebut memang menyisakan persoalan bagi pariwisata Bali. Hanya saja, ia menyesalkan pemberitaan tersebut hanya menohok pada wilayah Bali bagian selatan, khususnya Kuta.
"Bali ini bukan hanya Kuta dan Nusa Dua. Bali ini luas, meski wisatawan mancanegara lebih mengenal kedua wilayah tersebut. Tetapi, persoalan sampah sebagaimana disebutkan itu, sedang dalam tahap penanganan serius Pemprov Bali," kata Suardhika, yang mengaku apa yang dikatakannya merupakan statemen Gubernur Bali Mangku Pastika.
Dalam kerangka itu, kata Suardhika, Pemprov Bali sudah mendeklarasikan "Bali Clean and Green" untuk menuju "Bali Green Province". Ia mengatakan, ada tiga hal pokok dalam program itu yaitu, "green cultural, green economic serta clean and green.
Berkaitan dengan pemberitaan oleh majalah terbitan Amerika tersebut, Suardhika juga menampik persoalan kemacetan yang terjadi di Kuta disamakan dengan Jakarta. Pemprov Bali, kata dia, selama ini tidak pernah tinggal diam dan terus mencarikan solusi atas hal itu.
"Contohnya seperti pembangunan jalan 'underpass' (bawah tanah) di simpang Dewa Ruci, dan jalan di atas perairan (JDP) yang menghubungkan Suwung (Denpasar) menuju Nusa Dua (Badung)," katanya.
Selain itu, Pemprov Bali juga merencanakan pembangunan kereta lambat (trem) yang akan menghubungkan seluruh Bali.
tampilan artikel yang menyebut bali pulau sampah oleh majalah time |
"Pemberitaan tersebut melecehkan Bali sebagai destinasi pariwisata dunia. Bali tetap pulau surga yang aman untuk dikunjungi. Tidak benar berlibur di Bali seperti di neraka," katanya di Denpasar, Selasa.
Suardhika mengakui jika persoalan sampah sebagaimana ditulis majalah bulanan tersebut memang menyisakan persoalan bagi pariwisata Bali. Hanya saja, ia menyesalkan pemberitaan tersebut hanya menohok pada wilayah Bali bagian selatan, khususnya Kuta.
"Bali ini bukan hanya Kuta dan Nusa Dua. Bali ini luas, meski wisatawan mancanegara lebih mengenal kedua wilayah tersebut. Tetapi, persoalan sampah sebagaimana disebutkan itu, sedang dalam tahap penanganan serius Pemprov Bali," kata Suardhika, yang mengaku apa yang dikatakannya merupakan statemen Gubernur Bali Mangku Pastika.
Dalam kerangka itu, kata Suardhika, Pemprov Bali sudah mendeklarasikan "Bali Clean and Green" untuk menuju "Bali Green Province". Ia mengatakan, ada tiga hal pokok dalam program itu yaitu, "green cultural, green economic serta clean and green.
Berkaitan dengan pemberitaan oleh majalah terbitan Amerika tersebut, Suardhika juga menampik persoalan kemacetan yang terjadi di Kuta disamakan dengan Jakarta. Pemprov Bali, kata dia, selama ini tidak pernah tinggal diam dan terus mencarikan solusi atas hal itu.
"Contohnya seperti pembangunan jalan 'underpass' (bawah tanah) di simpang Dewa Ruci, dan jalan di atas perairan (JDP) yang menghubungkan Suwung (Denpasar) menuju Nusa Dua (Badung)," katanya.
Selain itu, Pemprov Bali juga merencanakan pembangunan kereta lambat (trem) yang akan menghubungkan seluruh Bali.
source http://www.republika.co.id/berita/regional/nusantara/11/04/05/lj69mn-disebut-pulau-neraka-oleh-majalah-time-pemprov-bali-meradang-bagian-1
3. Inilah Artikel yang Menyebut Bali Sebagai 'Pulau Neraka' (Bagian 2)
Pantai Kuta Penuh Sampah |
Inilah artikel di majalah Time yang membuat Pemprov Bali meradang. Judul artikel itu, 'Holidays in Hell: Bali Ongoing Woes'. Artikel ditulis oleh Andrew Marshall.
Dalam tulisannya, Andrew membahas sejumlah masalah yang melilit Pulau Bali. Pulau yang menurut dia masih menjadi tujuan wisata internasional, bahkan dianggap negara lain di Indonesia.
Namun, Andrew menilai, infrastruktur pulau kurang cepat mengantisipasi perubahan pariwisata Bali. Andrew membuka tulisannya dengan kotornya pantai Kuta, salah satu lokasi wisata paling ramai di Bali.
Musim hujan yang cukup deras di Bali membuat sungai meluap. Alhasil sampah-sampah yang ada di sungai terbawa ke laut. Termasuk kotoran manusia. Sampah-sampah itu lantas berakhir di Pantai Kuta.
Ini membuat awal Maret lalu otoritas Pantai Kuta melarang turis berenang di pantai tersebut lebih dari 30 menit. Khawatir terkena infeksi kulit. Selain masalah polusi di pantai, lanjut Marshall, Bali juga mengalami problem kekurangan air, listrik mati hidup, sampah yang berserakan, drainase, hingga kemacetan serta kriminalitas.
Marshall menyandingkan kemacetan di Bali menyerupai di Jakarta. Sementara soal kriminalitas yang menyasar ke turis asing, sejak Januari lalu Polda Bali, menurut Marshall, menerapkan tembak ditempat bagi kriminal.
Menurut Marshall, salah satu masalah utama Bali adalah kebanyakan turis. Pada 2001, Bali didatangi 1,3 juta turis asing. Sepuluh tahun kemudian, meski sudah ada Bom Bali I dan II, turis yang datang ke Bali melesat mencapai dua juta orang per tahun. Ini belum terhitung jutaan turis lokal.
Dampak dari turis ini adalah pembangunan infrastruktur yang marak. Hotel dan pusat belanja tiba-tiba muncul di mana-mana. Sebaliknya, pembangunan ini kurang memperhitungkan infrastruktur pendukung seperti jalan, listrik, selokan, parkir. "Infrastruktur Bali tidak bisa menyamai laju pembangunannya," kata Ron Nomura, direktur Marketing Asosiasi Hotel Bali.
source http://www.republika.co.id/berita/regional/nusantara/11/04/05/lj6bcy-inilah-artikel-yang-menyebut-bali-sebagai-pulau-neraka-bagian-2
Dalam tulisannya, Andrew membahas sejumlah masalah yang melilit Pulau Bali. Pulau yang menurut dia masih menjadi tujuan wisata internasional, bahkan dianggap negara lain di Indonesia.
Namun, Andrew menilai, infrastruktur pulau kurang cepat mengantisipasi perubahan pariwisata Bali. Andrew membuka tulisannya dengan kotornya pantai Kuta, salah satu lokasi wisata paling ramai di Bali.
Musim hujan yang cukup deras di Bali membuat sungai meluap. Alhasil sampah-sampah yang ada di sungai terbawa ke laut. Termasuk kotoran manusia. Sampah-sampah itu lantas berakhir di Pantai Kuta.
Ini membuat awal Maret lalu otoritas Pantai Kuta melarang turis berenang di pantai tersebut lebih dari 30 menit. Khawatir terkena infeksi kulit. Selain masalah polusi di pantai, lanjut Marshall, Bali juga mengalami problem kekurangan air, listrik mati hidup, sampah yang berserakan, drainase, hingga kemacetan serta kriminalitas.
Marshall menyandingkan kemacetan di Bali menyerupai di Jakarta. Sementara soal kriminalitas yang menyasar ke turis asing, sejak Januari lalu Polda Bali, menurut Marshall, menerapkan tembak ditempat bagi kriminal.
Menurut Marshall, salah satu masalah utama Bali adalah kebanyakan turis. Pada 2001, Bali didatangi 1,3 juta turis asing. Sepuluh tahun kemudian, meski sudah ada Bom Bali I dan II, turis yang datang ke Bali melesat mencapai dua juta orang per tahun. Ini belum terhitung jutaan turis lokal.
Dampak dari turis ini adalah pembangunan infrastruktur yang marak. Hotel dan pusat belanja tiba-tiba muncul di mana-mana. Sebaliknya, pembangunan ini kurang memperhitungkan infrastruktur pendukung seperti jalan, listrik, selokan, parkir. "Infrastruktur Bali tidak bisa menyamai laju pembangunannya," kata Ron Nomura, direktur Marketing Asosiasi Hotel Bali.
source http://www.republika.co.id/berita/regional/nusantara/11/04/05/lj6bcy-inilah-artikel-yang-menyebut-bali-sebagai-pulau-neraka-bagian-2
4. Disebut 'Pulau Neraka', Bali Seperti Pulau yang Bunuh Diri Pelan-pelan (Bagian 3)
senja di pantai kuta |
Artikel soal Bali di majalah bergengsi Amerika Serikat, Time, membuat Pemprov Bali meradang. Artikel berjudul 'Holidays in Hell: Bali Ongoing Woes' itu membahas sejumlah masalah pembangunan yang melilit Pulau Bali.
Penulis artikel, Andrew Marshall, sempat bertanya pada wartawan lokal, Wayan Juniarta, terkait keadaan di Bali. Bali, seakan sudah berpuas diri dengan situasi saat ini. Bahwa mereka masih jadi tujuan wisata dunia dan pembangunannya pesat. "Bali seperti sedang perlahan-lahan membunuh dirinya sendiri," kata Juniarta.
Gubernur Bali, I Made Mangku Pastika, bukannya tidak bertindak terhadap situasi di Bali. Pastika bahkan mengeluarkan moratorium konstruksi di sejumlah daerah di Bali. Ia khawatir Bali akan menjadi tanah beton dan bangunan ketimbang pulau dewata.
"Tapi beberapa pihak di Bali menganggap Pastika ingin memperlamban pertumbuhan ekonomi Bali. Ini tidak benar. Apa yang Pastika lakukan adalah menyadarkan orang Bali mereka harus membangun dengan bertanggungjawab," kata Ron Namura, direktur Marketing Asosiasi Hotel Bali.
Setelah masalah padatnya bangunan di Bali, muncul pula masalah kemacetan. Marshall menyoroti jalan-jalan di Denpasar yang kini penuh sesak kendaraan. Bahkan di Ubud sekalipun. Ubud yang tadinya sepi sekarang penuh oleh bus yang membawa turis-turis asing.
Pertumbuhan kendaraan di Bali memang menakjubkan. Rata-rata per tahun bertambah 12,42 persen. Sementara panjang jalan hanya bertambah 2,28 persen. Sangat tidak sebanding. "Kemacetan di Bali akan bertambah parah dan parah," kata I Made Santha, pejabat lalu lintas Bali.
Masalah keamanan juga menurut Marshall sangat disoroti oleh turis asing. Awal tahun ini, Lusiana Burgess (46 tahun) dibunuh di rumahnya di Kuta utara. Hingga kini pembunuh Burgess belum tertangkap.
Turis perempuan asal Australia juga dirampok di vila yang ia sewa oleh empat orang. Lainnya, warga AS ditusuk di Kuta saat dirampok. Sepekan setelah penusukan ini, polisi menembak mati M Syahri asal Lombok, yang diduga merampok sejumlah turis asing.
Australia, selaku negara pengekspor turis terbanyak ke Bali, pun tidak bisa berbuat banyak. Padahal Australia kerap memperingatkan warganya untuk berhati-hati ke Bali atau waspada bila sudah di Bali terkait serangan teroris. Namun tiap pekan ada lebih dari seratus pesawat mendarat di Bandara Ngurah Rai.
"Terminal baru di Bandara Bali akan selesai pada 2013. Tapi bila tidak ada perbaikan infrastruktur lainnya, ini hanya akan menambah kritis kondisi Bali," kata Marshall.
source http://www.republika.co.id/berita/regional/nusantara/11/04/05/lj6dhh-disebut-pulau-neraka-bali-seperti-pulau-yang-bunuh-diri-pelanpelan
Penulis artikel, Andrew Marshall, sempat bertanya pada wartawan lokal, Wayan Juniarta, terkait keadaan di Bali. Bali, seakan sudah berpuas diri dengan situasi saat ini. Bahwa mereka masih jadi tujuan wisata dunia dan pembangunannya pesat. "Bali seperti sedang perlahan-lahan membunuh dirinya sendiri," kata Juniarta.
Gubernur Bali, I Made Mangku Pastika, bukannya tidak bertindak terhadap situasi di Bali. Pastika bahkan mengeluarkan moratorium konstruksi di sejumlah daerah di Bali. Ia khawatir Bali akan menjadi tanah beton dan bangunan ketimbang pulau dewata.
"Tapi beberapa pihak di Bali menganggap Pastika ingin memperlamban pertumbuhan ekonomi Bali. Ini tidak benar. Apa yang Pastika lakukan adalah menyadarkan orang Bali mereka harus membangun dengan bertanggungjawab," kata Ron Namura, direktur Marketing Asosiasi Hotel Bali.
Pantai Kuta Penuh Sampah |
Setelah masalah padatnya bangunan di Bali, muncul pula masalah kemacetan. Marshall menyoroti jalan-jalan di Denpasar yang kini penuh sesak kendaraan. Bahkan di Ubud sekalipun. Ubud yang tadinya sepi sekarang penuh oleh bus yang membawa turis-turis asing.
Pertumbuhan kendaraan di Bali memang menakjubkan. Rata-rata per tahun bertambah 12,42 persen. Sementara panjang jalan hanya bertambah 2,28 persen. Sangat tidak sebanding. "Kemacetan di Bali akan bertambah parah dan parah," kata I Made Santha, pejabat lalu lintas Bali.
Masalah keamanan juga menurut Marshall sangat disoroti oleh turis asing. Awal tahun ini, Lusiana Burgess (46 tahun) dibunuh di rumahnya di Kuta utara. Hingga kini pembunuh Burgess belum tertangkap.
logo time magazine |
Turis perempuan asal Australia juga dirampok di vila yang ia sewa oleh empat orang. Lainnya, warga AS ditusuk di Kuta saat dirampok. Sepekan setelah penusukan ini, polisi menembak mati M Syahri asal Lombok, yang diduga merampok sejumlah turis asing.
Australia, selaku negara pengekspor turis terbanyak ke Bali, pun tidak bisa berbuat banyak. Padahal Australia kerap memperingatkan warganya untuk berhati-hati ke Bali atau waspada bila sudah di Bali terkait serangan teroris. Namun tiap pekan ada lebih dari seratus pesawat mendarat di Bandara Ngurah Rai.
"Terminal baru di Bandara Bali akan selesai pada 2013. Tapi bila tidak ada perbaikan infrastruktur lainnya, ini hanya akan menambah kritis kondisi Bali," kata Marshall.
source http://www.republika.co.id/berita/regional/nusantara/11/04/05/lj6dhh-disebut-pulau-neraka-bali-seperti-pulau-yang-bunuh-diri-pelanpelan
C. Berikut Artikel Majalah Time Versi Asli atau Inggris Beserta Comment Comment Pembacanya
****************************************************************************
Sonny Tumbelaka / AFP / Getty Images
Itchy ocean? Just add it to Bali's growing list of seemingly intractable problems: water shortages, rolling blackouts, uncollected trash, overflowing sewage-treatment plants and traffic so bad that parts of the island resemble Indonesia's gridlocked capital Jakarta. And don't forget crime. In January, amid a spate of violent robberies against foreigners, Bali police chief Hadiatmoko reportedly ordered his officers to shoot criminals on sight. You've heard of the Julia Roberts movie Eat Pray Love, which was partly filmed in Bali? Now get ready for its grim sequel: Eat Pray Duck. (Read about Bali's travel boom.)
Most of Bali's woes stem from a problem that rival resorts would love to have: too many tourists. In 2001, the island welcomed about 1.3 million foreign visitors. Ten years later — and despite bombings by Islamic extremists in 2002 and 2005 that killed 222 people, mostly Australian tourists — the island expects almost twice that number. And there are millions of Indonesian visitors too.
Hotels, shopping centers and restaurants are springing up everywhere to accommodate them. The cranes looming over Kuta are building at least three malls and a five-star hotel. But the less glamorous stuff — roads, power lines, sewers, parking spaces — often remains an afterthought. "The infrastructure is not keeping up with the development," says Ron Nomura, marketing director at the Bali Hotels Association. The island's lack of reservoirs, he says, is a case in point. "Can you believe there is this much rain and we don't have enough water?" (See "The Best of Asia 2010.")
When it comes to Bali, newspaper editors have a seemingly bottomless stock of "Paradise Lost?" headlines. Its rich Hindu culture is so distinctive that many people mistake the island for a separate country rather than a province of the world's most populous Muslim nation. That Bali's tourism industry has survived terrorism attacks and a global recession is a cause for pride. But amid unchecked growth and a creaking infrastructure, it is also a source of complacency. "It's like Bali is slowly committing suicide," says local journalist Wayan Juniarta.
Bali's Governor I Made Mangku Pastika knows it. In January, he issued a moratorium on new construction in certain built-up areas, and later warned that his lush birthplace might turn into a "dry land full of concrete buildings." Pastika is popular — he investigated the bombings as Bali's then police chief — but his moratorium isn't. "Some people says he's trying to slow down Bali's growth," says Nomura. "That's not necessarily true. What he's looking for is more responsible growth."
He probably won't find it. Nobody I talked to reckoned that Pastika's measures would influence who built what where. Bali's spiritualism might be a bewildering blend of Hinduism, Buddhism and animism, but the island's planning code is simple: if you build it, they will come.
And on the way, they'll get stuck in traffic. Complaining about the congestion around the airport or in tourist areas like Kuta is now one of Bali's newest pastimes. Even in Ubud, the seat of the island's art and culture, once sleepy streets are clogged with buses carrying Chinese tourists, who visit the island in ever greater numbers. Vehicle ownership on Bali is rising at an annual rate (12.42%) that far outstrips the growth in new roads (2.28%), according to government statistics. "Traffic will get worse and worse," I Made Santha, Bali's traffic chief, predicted in February.
Equally damaging to Bali's prestige is the perception among some expatriates that the island is increasingly unsafe. Lusiana Burgess, the 46-year-old Indonesian wife of a retired British pilot, was robbed and killed in her North Kuta home earlier this year and her murderer remains at large. An Australian woman awoke in her villa to be gagged and assaulted by four thieves. Then an American man was stabbed during another robbery attempt in Kuta. A week after that, police arrested and — following an apparent escape attempt — shot dead 34-year-old M. Syahri, from the neighboring island of Lombok, who was suspected of robbing a number of foreigners.
The statistics actually show a slight decrease in serious crime from 2009 to '10. But Chris Wilkin, a former oil-company executive from the U.K. who retired in Bali six years ago, remains uneasy. "It was very quiet when I moved here," he says. "It wasn't a big attraction for the criminal classes. Now, with the boom, word has got round that there are easy pickings to be had."
Wilkin, whose Indonesian wife rents villas to expats and knew Burgess, believes the threat of violent robbery will discourage foreigners from leasing properties in remote places. Investing in CCTV, intrusion alarms and bedside panic buttons may only "give a false sense of security," he says. Recently, Wilkin accidentally set off his burglar alarm. Nobody went to investigate, not even the private security guards in his own complex. (Read "Indonesia Arrests Cleric Linked to Bali Bombings.")
Expat anxiety hasn't dented Bali's popularity among its core visitors, the Australians. And why should it? Officially, the Australian government still advises its citizens to "reconsider your need to travel" to Bali due to a "very high threat of terrorist attack," yet more than a hundred flights arrive from Australia every week. The dangers to new arrivals are those commonly faced by tourists everywhere: dodgy food, motorbike accidents, and — as a sign at my Kuta hotel suggests ("No Jumping from Any Balcony into Pool Is Permitted") — beer-fueled misadventure.
A new terminal at Bali's shabby airport is due for completion in 2013. But unless other infrastructure is improved, this will serve only to channel yet more tourists onto a critically overburdened island. For now, however, such doubts are largely forgotten in the rush to cash in on the Bali boom. "Goodness shouts, evil whispers," runs an overused Balinese proverb. But money talks.
See TIME's Pictures of the Week.
See the Cartoons of the Week.
Comment on this Story
Echo 10 Items
Richard O D Taralalu
When I read the title, I was angry. Why? You know that Bali is beautiful. After read the article, I am quite agree with you. Bali is not ready for tourists. The government want to arrives many tourists, but the facilities is not enough to accommodate them. The Bali's government have to concern about it and other problems that make Bali more inconvenient to visited.
When I read the title, I was angry. Why? You know that Bali is beautiful. After read the article, I am quite agree with you. Bali is not ready for tourists. The government want to arrives many tourists, but the facilities is not enough to accommodate them. The Bali's government have to concern about it and other problems that make Bali more inconvenient to visited.
HillaryStew
I used to visit Bali on business 3-4 times a year, and generally had to stay in the KUTA area to be close to the people I had to meet. In my opinion, Kuta Beach is not worth visiting. The water is brown&filled with things like McDonalds cups, plastic bags, trash, and God knows what else. That blue tropical water you looking for won’t be found on Kuta. For that, head to Nusa Lembongan, Eastern Bali, or Gili Islands. I wouldn’t let myself swimming on Kuta beach...just felt dirty&like needed a shower !
But like most people, once you get away from Kuta, I love Bali. On my last trip I spent a few days in beautiful Ubud, the Jatiluwih rice terraces, Nusa Lembogan, Lovina, Amhed..the list goes on. If you all want to do party, shop, and hang out with tanned surfers in brown water, then Kuta is the place for you.
I used to visit Bali on business 3-4 times a year, and generally had to stay in the KUTA area to be close to the people I had to meet. In my opinion, Kuta Beach is not worth visiting. The water is brown&filled with things like McDonalds cups, plastic bags, trash, and God knows what else. That blue tropical water you looking for won’t be found on Kuta. For that, head to Nusa Lembongan, Eastern Bali, or Gili Islands. I wouldn’t let myself swimming on Kuta beach...just felt dirty&like needed a shower !
But like most people, once you get away from Kuta, I love Bali. On my last trip I spent a few days in beautiful Ubud, the Jatiluwih rice terraces, Nusa Lembogan, Lovina, Amhed..the list goes on. If you all want to do party, shop, and hang out with tanned surfers in brown water, then Kuta is the place for you.
'Pande Krisna Bayu Pramana'
Bali....
Bali....
Abraham Irawan Bs
Aye aye sir, dont generalize BALI with KUTA Beach!! that's not fair, your point of view as journalism should be more wider!!
Andrew Marshall you should stay more longer and find the RIGHT PERSON for a real tour guide, explore the REAL BALI, from your article you have seen nothing sir!
I am a photographer and I'm working at broadcast media, still my favorite places to go hunt for best shot is BALI and I've been stayed in Bali for 7 years sir! LOL :D
Aye aye sir, dont generalize BALI with KUTA Beach!! that's not fair, your point of view as journalism should be more wider!!
Andrew Marshall you should stay more longer and find the RIGHT PERSON for a real tour guide, explore the REAL BALI, from your article you have seen nothing sir!
I am a photographer and I'm working at broadcast media, still my favorite places to go hunt for best shot is BALI and I've been stayed in Bali for 7 years sir! LOL :D
Putu Cintiana
Bali is not just Kuta, there are also another beautiful places here. You could be discover Tabanan, Buleleng or Karangasem. You will see a beautiful view of mountain, rice field, and black sand beach... Cheers... :)
Bali is not just Kuta, there are also another beautiful places here. You could be discover Tabanan, Buleleng or Karangasem. You will see a beautiful view of mountain, rice field, and black sand beach... Cheers... :)
Ririn Andarwati
There are many beautiful beaches in Bali, not having to visit the Kuta beach. Thank you :)
There are many beautiful beaches in Bali, not having to visit the Kuta beach. Thank you :)
Ain Kupret
Kebiasaan masyarakat Indonesia: Sebelum ditampar, tidak akan melakukan tindakan apapun untuk membenahi hal-hal yang salah. Jadi, artikel semacam ini merupakan artikel yang sangat bagus untuk menampar orang-orang Indonesia!!
Kebiasaan masyarakat Indonesia: Sebelum ditampar, tidak akan melakukan tindakan apapun untuk membenahi hal-hal yang salah. Jadi, artikel semacam ini merupakan artikel yang sangat bagus untuk menampar orang-orang Indonesia!!
Bernardi Joseph
Solid Waste Management In The Maldives does work. Why not also in Bali! Bali is still unique but with a waist problem that needs to be solved.
I understand foreigners like Andrew Marshall that they are more sensitive to the waist issue, the traffic and the construction boom than locals in Bali. We have seen it in Europe or the USA so many times what happens to charming resorts in the alps or unique places on the mediterranean sea, turning into ugly concrete holiday industries.
Solid Waste Management In The Maldives does work. Why not also in Bali! Bali is still unique but with a waist problem that needs to be solved.
I understand foreigners like Andrew Marshall that they are more sensitive to the waist issue, the traffic and the construction boom than locals in Bali. We have seen it in Europe or the USA so many times what happens to charming resorts in the alps or unique places on the mediterranean sea, turning into ugly concrete holiday industries.
Goestamar Ardibrata
Balinese people and local Government have to change their way of thinking, from only TODAY's way of thinking to 10 - 20 years or more, and not only thinking about "I", instead they should start thinkink about "WE"
However, those report above only based on conditions of south of Bali, in particular in BADUNG Regency which is the most developed regency in Bali where most of Star rated and Highend Brands are located, and therefore to my opinion it would not be fair if issues as reported on the article above should represent BALI's image in general, because there are still other Regencies, such as BULELENG in north of Bali, KARANGASEM in East of Bali, JEMBRANA in West of Bali, Which are still has its Beauty and do not have the same issues as mentioned on the Article above.
For sure the Article above is a homework for Balinese and Local Governement
Balinese people and local Government have to change their way of thinking, from only TODAY's way of thinking to 10 - 20 years or more, and not only thinking about "I", instead they should start thinkink about "WE"
However, those report above only based on conditions of south of Bali, in particular in BADUNG Regency which is the most developed regency in Bali where most of Star rated and Highend Brands are located, and therefore to my opinion it would not be fair if issues as reported on the article above should represent BALI's image in general, because there are still other Regencies, such as BULELENG in north of Bali, KARANGASEM in East of Bali, JEMBRANA in West of Bali, Which are still has its Beauty and do not have the same issues as mentioned on the Article above.
For sure the Article above is a homework for Balinese and Local Governement
I am aware of Bali is a bit different from before. I also feel very concerned about Bali. For that I chose as a driver while I show you what, who, and where the real Bali. I always try to take the toirist from foreign countries to see the real Bali from my sight. There are still many places in Bali is very beautiful that you can not touch the sense of awe and beauty and you can find your identity there. We will feel a happiness that we can not describe because it is also within us. Money can buy anything but not happiness. Bali is Paradise Island :-)
Like what " Dale Carnegie" say : Remember, happiness does not depend upon WHO you are or what you have, it Depends solely upon what you think.
tampilan full page artikel yang menyebut bali pulau sampah oleh majalah time |
source republika and http://fakta-dan-unik.blogspot.com & http://teguhtriharto.blogspot.com
Jangan Lupa comment dan rate ya?jika commentnya dalam bentuk pertanyaan. nanti saya jawab di komment juga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar